Guyv7L2vSNhTu9NNIC4AGodmAsDGZpqzql8qRx1N
Bookmark

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia

kata-kata sufi, kata-kata sufi ibrahim bin adham, kata-kata sufi ibrahim bin adham dalam bahasa arab dan bahasa indonesia,

Halo! Apakah Anda sedang mencari penjelasan tentang kata-kata sufi Ibrahim bin Adham dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia? Jika jawaban Anda adalah “Iya”, selamat! Sekarang Anda sedang membaca artikel yang tepat. Mengapa? Karena itulah yang akan saya jelaskan pada artikel ini. Jadi, Anda harus membacanya sampai selesai!

Biografi Singkat Ibrahim bin Adham

Ibrahim bin Adham adalah salah satu sufi agung dalam dunia tasawuf. Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin Adham bin Manshur bin Yazid bin Jabir. Dia lahir pada awal tahun 100 hijria. Dia adalah salah satu putra raja Balkh.

Ada perbedaan riwayat tentang kisah Ibrahim bin Adham, dari seorang putra raja yang hidup penuh kemewahan hinggan menjadi seorang sufi agung yang hidup zuhud. Salah satu riwayat menjelaskan bahwa pada saat dia sedang berburu, dia mendengar suara ghaib berbicara kepadanya, bahwa bukan untuk ini dia diciptakan dan diperintahkan. Setelah dia mendengar suara tersebut, dia turun dari kudanya dan melepas pakaian mewahnya. Dia lalu memakai jubah biasa dan pergi.

Riwayat lain menjelaskan, bahwa pada suatu hari dia sedang menunggangi kudanya. Dia lalu mendengar suara di atasnya. Suara tersebut berbunyi:

اَفَحَسِبْتُمْ اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ

Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al-Mu’minun [23]: 115).

Selain ayat di atas, Ibrahim bin Adham juga mendengar suara yang menyuruhnya untuk bertakwa kepada Allah dan mempersiapkan bekal untuk hari Akhir. Dia pun meninggalkan dunia dan beribadah untuk akhirat. Dia lalu mengembara di daerah-daerah pedalaman.

Dua riwayat di atas adalah hanyalah sebagian riwayat yang menjelaskan tentang awal proses Ibrahim bin Adham masuk dalam dunia tasawuf. Ada banyak riwayat lain yang menjelaskan tentang itu yang tidak bisa saya tuliskan sekarang. Terlepas dari perbedaan riwayat tentang itu semua, Ibrahim bin Adham adalah salah satu sufi agung yang kisah kehidupannya menjadi inspirasi bagi kaum muslim. Muhammad Abdurrauf al-Munawi dalam bukunya yang berjudul "Al-Kawâkib ad-Durriyyah fî Tarâjumi as-Sâdah ash-Shufiyyah" mengkategorikan Ibrahim bin Adham sebagai salah satu tokoh sufi agung generasi kedua.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia

kata-kata sufi, kata-kata sufi ibrahim bin adham, kata-kata sufi ibrahim bin adham dalam bahasa arab dan bahasa indonesia,

Ada banyak kata-kata sufi Ibrahim bin Adham. Sayangnya, saya tidak bisa menjelaskan semuanya sekarang. Pada artikel ini, saya hanya akan menjelaskan beberapa kata-kata sufinya saja.

Adapun beberapa kata-kata sufi Ibrahim bin Adham dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia yang saya maksud adalah sebagai berikut:

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Kemerdekaan dan Kemuliaan Sejati

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang kemerdekaan dan kemuliaan sejati, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

أَنَّ الرَّجُلَ الْحُرَّ الْكَرِيْمَ مَنْ تَخْرُجُ نَفْسُهُ عَنِ الدُّنْيَا قَبْلَ أَنْ يَخْرُجَ مِنْهَا

Sesungguhnya orang yang merdeka dan mulia adalah orang yang jiwanya telah keluar dari dunia sebelum tubuhnya.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa kemerdekaan dan kemuliaan sejati seseorang tidak diukur dari keadaan fisik atau status sosialnya, tetapi dari kondisi spiritualnya. Seseorang yang benar-benar merdeka dan mulia adalah mereka yang telah berhasil melepaskan diri dari keterikatan duniawi dan keinginan materi sebelum kematian fisik mereka. Dalam konteks ini, "jiwa keluar dari dunia" berarti bahwa seseorang telah mencapai tingkat kebijaksanaan dan kedamaian batin yang membuatnya tidak lagi terpengaruh oleh godaan dan kesenangan duniawi. Mereka hidup dengan kesadaran yang tinggi dan kemampuan untuk melihat serta memahami kehidupan dengan perspektif yang lebih mendalam, mengabaikan ambisi dan kesenangan dunia yang sementara. Dengan kata lain, mereka mencapai kebebasan spiritual dan kemuliaan yang lebih tinggi sebelum meninggalkan tubuh fisik mereka.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Hak-Hak dalam Persaudaraan dan Persahabatan

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang hak-hak dalam persaudaraan dan persahabatan, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

مَنْ قَالَ لِأَخِيْهِ : أَعْطِنِي مِنْ مَالِكَ , فَقَالَ : كَمْ تُرِيْدُ ؟ فَمَا قَامَ بِحَقِّ الْأُخُوَّةِ . وَمَنْ دَعَاهُ أَخُوْهُ إِلَى حَاجَةٍ فَقَالَ : إِلَى أَيْنَ ؟ فَمَا قَامَ بِحَقِّ الصُّحْبَةِ

Barangsiapa berkata kata kepada saudaranya, “Berikan saya hartamu.”, lalu dia bertanya, “Berapa yang kamu inginkan?”, maka dia tidak memberikan hak persaudaraan. Barangsiapa diajak saudarnya untuk suatu kebutuhan lalu dia berkata, “Kemana?”, maka dia tidak memberikan hak persahabatan.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan tentang hak-hak yang seharusnya diberikan dalam hubungan persaudaraan dan persahabatan menurut ajaran Islam. Jika seseorang meminta harta dari saudaranya dengan cara langsung, tanpa menunjukkan kepedulian pada kebutuhan atau niat saudara tersebut, dia dianggap tidak memenuhi hak persaudaraan. Demikian pula, jika seseorang diundang atau diminta untuk memenuhi suatu kebutuhan atau berpartisipasi dalam sesuatu, dan dia hanya menanyakan tempat tujuan tanpa menunjukkan kemauan atau kepedulian terhadap tujuan tersebut, maka dia dianggap tidak memberikan hak persahabatan. Intinya, kata-kata sufi di atas menekankan pentingnya sikap empati, kepedulian, dan dukungan dalam hubungan sosial, serta bagaimana tindakan atau respons yang tidak menunjukkan perhatian dapat merusak ikatan persaudaraan dan persahabatan yang sehat.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Kedermawanan, Kemuliaan, dan Kemurahan Hati

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang kedermawanan, kemuliaan, dan kemurahan hati, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

ذَهَبَ السَّخَاءُ وَالْكَرَمُ وَالْجُوْدُ , فَمَنْ لَمْ يُوَاسِ النَّاسَ بِذَلِكَ فَلْيُوَاسِهِمْ بِبَسْطِ الْوَجْهِ وَحُسْنِ الْخُلُقِ

Kedermawanan, kemuliaan, dan kemurahan hati telah pergi. Barangsiapa ingin menghibur orang-orang dengan itu semua, maka hendaklah dia menghibur mereka dengan luasnya wajah (senyum) dan etika yang baik.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa sifat-sifat seperti kedermawanan, kemuliaan, dan kemurahan hati kini mungkin jarang ditemui atau mengalami penurunan. Dalam situasi seperti ini, jika seseorang ingin membawa kegembiraan dan kebaikan kepada orang lain, mereka harus melakukannya dengan cara yang sederhana namun berarti, yaitu melalui sikap ramah dan etika yang baik. Menunjukkan keramahan melalui senyuman dan perilaku yang sopan adalah cara efektif untuk menghibur dan mencerahkan hati orang lain, terutama ketika kedermawanan dan kemurahan hati materi tidak dapat diberikan. Ini menekankan pentingnya sikap positif dan etika yang baik dalam membangun hubungan yang harmonis dan menyebarkan kebahagiaan, meskipun sumber daya materi mungkin terbatas.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Karakter Sejati Seseorang

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang karakter sejati seseorang, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

قَالَ لُقْمَانُ عَلَيْهِ السَّلَامُ : لَا يُعْرَفُ الْحَلِيْمُ إِلَّا عِنْدَ الْغَضَبِ , وَلَا الشُّجَاعُ إِلَّا عِنْدَ الْحَرْبِ , وَلَا الْإِخْوَانُ إِلَّا عِنْدَ الْحَاجَةِ

Luqman a.s. berkata, “Orang sabar tidak dikenali kecuali dalam keadaan marah, juga pemberani kecuali dalam keadaan perang, dan teman kecuali dalam keadaan butuh.”

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa karakter sejati seseorang hanya dapat diukur dalam situasi-situasi yang menantang. Luqman a.s. mengungkapkan bahwa kesabaran seseorang baru terlihat ketika mereka menghadapi kemarahan atau kesulitan; keberanian seseorang hanya tampak saat mereka terlibat dalam situasi berbahaya seperti perang; dan kesetiaan seorang teman hanya dapat diukur ketika mereka dihadapkan pada kebutuhan atau kesulitan. Dengan kata lain, karakter asli seseorang diuji dan terungkap dalam kondisi-kondisi yang ekstrem atau sulit, bukan dalam keadaan biasa atau nyaman. Ini menggarisbawahi pentingnya menghadapi tantangan untuk menunjukkan kualitas-kualitas tersebut dan bagaimana situasi sulit dapat menjadi cermin dari integritas dan nilai-nilai seseorang.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Indikasi Seseorang Tidak Beretika

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang indikasi seseorang tidak beretika, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

مِنْ لُؤْمِ الرَّجُلِ أَنْ يَرْفَعَ يَدَهُ مِنَ الطَّعَامِ قَبْلَ أَصْحَابِهِ

Di antara tanda kurang ajarnya seseorang adalah, dia mengangkat tangannya dari makanan sebelum teman-temannya.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa salah satu indikasi kurangnya etika atau sopan santun seseorang adalah ketika dia meninggalkan makanan sebelum teman-temannya selesai. Tindakan ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap adab sosial dan norma kebersamaan dalam makan. Dalam banyak budaya, terutama dalam konteks sosial dan agama, ada aturan atau tata krama tertentu mengenai cara makan yang mencerminkan rasa hormat dan kesopanan terhadap orang lain. Dengan mengangkat tangan dari makanan sebelum teman-teman selesai, seseorang menunjukkan kurangnya rasa hormat dan perhatian terhadap orang-orang di sekelilingnya, serta mengabaikan prinsip berbagi dan kebersamaan. Ini menggarisbawahi pentingnya menjaga adab dan menunjukkan kepedulian terhadap orang lain dalam situasi sosial, terutama dalam konteks makan bersama.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Kekayaan dan Kesejahteraan

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang kekayaan dan kesejahteraan, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

طَلَبْنَا الْفَقْرَ فَاسْتَقْبَلَنَا الْغِنَى , وَطَلَبَ النَّاسُ الْغِنَى فَاسْتَقْبَلَهُمْ الْفَقْرُ

Kami mencari kefakiran lalu kecukupan datang kepada kami. Orang-orang mencari kecukupan lalu kefakiran datang kepada mereka.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan perbedaan antara pendekatan dalam mencari kekayaan dan kesejahteraan. Dia menjelaskan bahwa orang yang fokus mencari kefakiran atau kesederhanaan, dalam arti hidup dengan sederhana dan tanpa ambisi berlebihan, sering kali akan menemukan kecukupan dan keberlimpahan dalam hidup mereka. Sebaliknya, mereka yang terlalu fokus mengejar kekayaan dan kecukupan materi sering kali malah mengalami kefakiran atau kekurangan. Ini menekankan bahwa tujuan dan niat dalam hidup memainkan peran penting dalam hasil yang dicapai. Ketika seseorang mengutamakan kepuasan batin dan kesederhanaan, mereka mungkin akan diberi lebih banyak daripada yang diharapkan. Sebaliknya, mengejar kekayaan materi dengan semangat yang berlebihan dapat menyebabkan ketidakpuasan dan kekurangan dalam kehidupan.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Melayani Allah

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang melayani Allah, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

عَامِلِ اللهَ يُرِيْكَ الْعَجَائِبَ

Layani Allah maka Dia akan memperlihatkan keajaiban-keajaiban kepadamu.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa pelayanan kepada Allah akan membuka jalan untuk mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup. Konsep ini mengisyaratkan bahwa dengan mengabdikan diri kepada Allah melalui ibadah, amal kebaikan, dan kepatuhan terhadap ajaran-Nya, seseorang akan diberi rahmat dan pertolongan yang luar biasa. Keajaiban-keajaiban ini bisa berupa berbagai bentuk berkah, solusi dari masalah, atau pengalaman spiritual yang mendalam yang tidak dapat dijelaskan secara rasional. Intinya, pelayanan yang tulus kepada Allah akan mendatangkan pengalaman dan bantuan yang melampaui batas-batas biasa, serta membawa perubahan positif dalam kehidupan seseorang. Hal ini menggarisbawahi keyakinan bahwa hubungan yang kuat dengan Tuhan dapat membawa dampak yang signifikan dan luar biasa dalam kehidupan pribadi dan spiritual.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Berhati-Hati Terhadap Tipu Daya

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang berhati-hati terhadap tipu daya, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

إِيَّاكُمْ وَالْغِرَّةَ بِاللهِ , لَا تَغُرَّنَّكُمْ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا , وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُوْرُ

Kalian harus berhati-hati pada tipu daya karena (kebaikan-kebaikan) Allah. Sungguh, jangan sampai kehidupan dunia memperdayamu. Sungguh, jangan jangan sampai karena (kebaikan-kebaikan) Allah kamu diperdaya oleh penipu.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham mengingatkan untuk berhati-hati terhadap tipu daya yang mungkin datang dari kehidupan dunia dan ilusi yang ditawarkannya. Meskipun seseorang mungkin merasakan kebaikan dan berkah dari Allah, penting untuk tetap waspada agar tidak terpedaya oleh godaan dunia yang bersifat sementara. Pesan ini menekankan bahwa kekayaan, kesenangan, atau pencapaian duniawi yang tampak menggiurkan dapat menjadi sumber penipuan jika tidak dihadapi dengan kebijaksanaan. Kebaikan dari Allah seharusnya tidak membuat seseorang lengah atau terbuai sehingga terjebak dalam ilusi dunia yang dapat menyesatkan. Dalam konteks ini, menjaga kesadaran dan hati-hati dalam menghadapi godaan duniawi merupakan bagian dari menjaga keimanan dan integritas spiritual.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Kesalahan dalam Mencari Kebahagiaan dan Kepuasan dalam Hidup

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang kesalahan dalam mencari kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

طَلَبَ النَّاسُ الدُّنْيَا بِالرِّضَا وَالْغَضَبِ , فَلَمْ يَنَالُوْا مِنْهَا حَاجَتَهُمْ , وَإِنَّهُ مَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ كَانَ النَّاسُ مِنْهُ فِى رَاحَةٍ

Manusia mencari dunia dengan ridha dan amarah, tapi mereka tidak mendapatkan sesuatu darinya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sungguh, barangsiapa menginginkan akhirat, maka orang-orang merasa tenang darinya.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa usaha manusia untuk mencari kebahagiaan dan kepuasan dalam kehidupan dunia sering kali dilakukan dengan emosi yang berbeda, baik dengan penuh kerelaan maupun kemarahan. Namun, pencarian ini sering kali tidak memenuhi kebutuhan batin mereka secara menyeluruh. Sebaliknya, jika seseorang fokus pada kehidupan akhirat dan mengarahkan niatnya untuk meraih kebahagiaan serta kepuasan spiritual di sana, mereka akan merasa lebih tenang dan puas. Ini menggarisbawahi bahwa kepuasan sejati dan kedamaian batin tidak dapat sepenuhnya ditemukan dalam pencapaian duniawi, tetapi lebih dalam pencarian dan persiapan untuk kehidupan akhirat. Fokus pada tujuan akhirat memberikan ketenangan dan kepuasan yang lebih mendalam, dibandingkan dengan pencarian materi yang mungkin hanya bersifat sementara.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang kebenaran dan kebatilan

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang kebenaran dan kebatilan, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

لَا يَقِلُّ مَعَ الْحَقِّ فَرِيْدٌ , وَلَا يَقْوَى مَعَ الْبَاطِلِ عَدِيْدٌ

Tidak akan menjadi lemah satu orang yang bersama kebenaran, dan tidak akan menjadi kuat banyak orang yang bersama kebatilan.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa kebenaran memiliki kekuatan intrinsik yang dapat menguatkan seseorang, sedangkan kebatilan, meskipun mungkin tampak mendominasi atau menguasai, tidak memberikan kekuatan sejati. Seseorang yang berdiri di pihak kebenaran akan selalu memiliki kekuatan moral dan spiritual, terlepas dari situasi atau tantangan yang dihadapinya. Sebaliknya, meskipun banyak orang mungkin bersama kebatilan, jumlah atau kekuatan fisik mereka tidak menjamin keberhasilan atau kekuatan yang sesungguhnya. Pesan ini menekankan bahwa integritas dan keberanian dalam mempertahankan kebenaran lebih berharga dan lebih kuat daripada kekuatan yang diperoleh dari kebatilan atau ketidakbenaran. Kebenaran memiliki daya pikat dan kekuatan yang mendalam, sedangkan kebatilan tidak memiliki kekuatan yang abadi, meskipun dapat tampak dominan dalam jangka pendek.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Kesalehan (Wirai)

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang kesalehan (wirai), perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

لَا يَتِمُّ الْوَرَعُ إِلَّا بِتَسْوِيَةِ كُلِّ الْخَلْقِ فِى قَلْبِكَ , وَالْإِشْتِغَالِ عَنْهُمْ بِذَنْبِكَ , وَعَلَيْكَ بِالذِّكْرِ مِنْ قَلْبٍ ذَلِيْلٍ لِرَبٍّ جَلِيْلٍ , وَفَكِّرْ فِى ذَنْبِكَ , وَاحْسِمْ الطَّمْعَ إِلَّا مِنْ رَبِّكَ , وَتُبْ إِلَيْهِ يُنْبِتُ الْوَرَعَ فِى قَلْبِكَ

Kesalehan (wirai) tidak akan sempurna kecuali dengan menyamakan semua makhluk di dalam hatimu, sibuk meratapi dosamu dan meninggalkan mereka. Kamu harus berdzikir dengan hati yang merendah kepada Tuhan yang Maha Agung, memikirkan dosa-dosamu, menghilangkan kerakusan kecuali dari Tuhanmu. Bertaubatlah kepada-Nya, maka kesalehan (wirai) akan tumbuh dalam hatimu.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa kesalehan atau wirai hanya dapat dicapai jika seseorang mampu menyamakan semua makhluk dalam hatinya, tanpa memandang rendah atau tinggi pada siapapun. Kunci kesalehan adalah fokus pada penyesalan atas dosa-dosa sendiri, meninggalkan keinginan duniawi, dan mengingat Tuhan dengan hati yang tunduk dan penuh kerendahan. Seseorang harus berzikir dan terus memikirkan kesalahan-kesalahannya, sembari membuang segala nafsu dan kerakusan, kecuali keinginan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan bertaubat dengan tulus kepada-Nya, kesalehan akan tumbuh dalam hati seseorang. Intinya, kesalehan sejati dicapai melalui introspeksi mendalam, penyesalan atas dosa, kerendahan hati, dan penyerahan penuh kepada Tuhan.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Keutamaan Rasa Takut Kepada Allah

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang rasa takut kepada Allah, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

إِنَّمَا يَزُوْلُ عَنْ قَلْبِكَ هَوَاكَ , إِذَا خِفْتَ مَنْ تَعْلَمُ أَنَّهُ يَرَاك

Sesungguhnya nafsu buruk akan hilang dari hatimu jika kamu takut kepada Tuhan yang kamu tahu, bahwa Dia selalu melihatmu.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa nafsu buruk dalam hati seseorang dapat hilang jika ia memiliki rasa takut kepada Tuhan. Rasa takut ini muncul dari keyakinan bahwa Tuhan selalu melihat dan mengawasi setiap perbuatan. Dengan kesadaran bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu yang dilakukan, seseorang akan lebih berhati-hati dalam tindakannya dan berusaha menghindari dorongan nafsu buruk. Ketakutan kepada Tuhan ini berfungsi sebagai pengendali diri, menjaga hati dari kecenderungan negatif, dan mendorong seseorang untuk selalu berada di jalan yang benar. Intinya, pengawasan ilahi yang diyakini oleh seseorang menjadi alat penting untuk mengekang nafsu buruk dan memperkuat ketakwaan dalam diri.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Hati yang Terhalang dari Allah

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang hati yang terhalang dari Allah, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

إِنَّمَا حُجِبَتْ الْقُلُوْبُ عَنِ اللهِ لِكَوْنِهَا أَحَبَّتْ مَا أَبْغَضَهُ , فَمَالَتْ لِلدُّنْيَا وَتَرَكَتْ الْعَمَلَ لِدَارٍ فِيْهَا حَيَاةُ الْأَبَدِ

Sesungguhnya hati terhalang dari Allah karena ia menyintai sesuatu yang Dia benci. Ia condong pada dunia dan tidak beramal untuk rumah yang di dalamnya terdapat kehidupan abadi.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa hati seseorang dapat terhalang dari kedekatan dengan Allah jika hati tersebut dipenuhi dengan cinta terhadap sesuatu yang dibenci oleh-Nya. Ketika seseorang terlalu condong pada dunia dan hal-hal duniawi, seperti kekayaan, kekuasaan, atau kesenangan sementara, hatinya menjadi jauh dari Allah. Hal ini terjadi karena cinta pada dunia membuat seseorang lupa untuk mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi di akhirat. Akibatnya, ia tidak melakukan amal perbuatan yang seharusnya menjadi bekal di akhirat. Cinta yang berlebihan terhadap dunia menghalangi seseorang dari spiritualitas dan kedekatan dengan Tuhan, karena fokus dan prioritasnya tidak lagi pada hal-hal yang disukai oleh Allah, melainkan pada kesenangan sementara yang akan hilang.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Hakikat Orang yang Beribadah Kepada Allah

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang hakikat orang yang beribadah kepada Allah, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

الصَّائِمُ الْقَائِمُ الْمُصَلِّى الْحَاجُّ الْغَازِى مَنْ أَغْنَى نَفْسَهُ عَنِ النَّاسِ

Orang yang berpuasa, yang beribadah pada malam hari, yang shalat, yang haji, yang berperang adalah orang yang mencukupkan dirinya dari manusia.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa orang-orang yang menjalankan ibadah seperti berpuasa, beribadah di malam hari, shalat, berhaji, dan berperang di jalan Allah adalah mereka yang mandiri dan tidak bergantung pada manusia lain. Ibadah-ibadah tersebut mencerminkan ketergantungan penuh mereka kepada Tuhan, bukan kepada manusia. Mereka mencari kepuasan dan kebutuhan spiritual mereka melalui hubungan langsung dengan Allah, bukan dari bantuan atau pengakuan orang lain. Dengan melakukan ibadah-ibadah ini, mereka menunjukkan bahwa mereka mencukupkan diri dengan apa yang diberikan Allah dan tidak meminta atau mengharapkan dari sesama manusia.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Diam

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang diam, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

وَقِيْلَ لَهُ : إِنَّ فُلَانًا يَتَعَلَّمُ النَّحْوَ . فَقَالَ : هُوَ إِلَى تَعَلُّمِ الصُّمْتِ أَحْوَجُ

Dikatakan kepadanya (Ibrahim di Adham), “Sesungguhnya si fulan belajar Nahwu.” Dia lalu berkata, “Dia lebih butuh belajar diam.”

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan orang yang berlajar gramatika bahasa lebih membutuhkan belajar untuk diam. Pernyataan ini menunjukkan pandangan Ibrahim bahwa diam dan pengendalian diri, khususnya dalam berbicara, mungkin lebih penting daripada menguasai ilmu tata bahasa atau pengetahuan lainnya. Diam dalam konteks ini mengacu pada kebijaksanaan dalam berbicara, menjaga lidah dari perkataan yang tidak perlu, dan lebih banyak merenung atau berzikir. Ibrahim bin Adham menekankan bahwa adab atau etika spiritual, seperti menjaga diam, bisa lebih mendasar dan penting daripada mempelajari ilmu duniawi, karena diam juga melatih seseorang untuk mengendalikan ego dan nafsu, yang merupakan aspek penting dalam perjalanan spiritual.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Salah Satu Contoh Cinta Dunia

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang salah satu contoh cinta dunia, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

حُبُّ لِقَاءِ النَّاسِ مِنْ حُبِّ الدُّنْيَا , وَتَرْكُهُمْ مِنْ تَرْكِ الدُّنْيَا , وَمَنْ أَحَبَّ الشُّهْرَةَ لَمْ يُصْدِقْ اللهَ فِى أَعْمَالِهِ

Suka bertemu manusia termasuk cinta dunia. Meninggalkan mereka termasuk meninggalkan dunia. Barangsiapa suka ketenaran, maka dia tidak membenarkan Allah dalam perbuatan-perbuatannya.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa keinginan untuk sering berinteraksi dengan manusia atau berkumpul dengan mereka mencerminkan cinta dunia, karena interaksi tersebut sering kali didorong oleh keinginan untuk mendapatkan pengakuan, pujian, atau kepuasan duniawi lainnya. Sebaliknya, menjauhi pergaulan dengan orang banyak dan memilih kesendirian mencerminkan upaya untuk meninggalkan cinta dunia dan mendekatkan diri kepada Allah. Paragraf ini juga menekankan bahwa seseorang yang mengejar ketenaran atau popularitas tidak tulus dalam hubungannya dengan Allah. Mereka yang mencari ketenaran lebih terfokus pada pandangan manusia daripada pandangan Allah, sehingga perbuatan-perbuatan mereka tidak benar-benar ikhlas untuk-Nya. Pesan utama dari kata-kata sufi ini adalah pentingnya menjauhi cinta dunia dan ketenaran, serta berfokus pada keikhlasan dalam beramal dan berhubungan dengan Allah.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Bahaya Sering Melihat Sesuatu yang Batil

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang bahaya sering melihat sesuatu yang batil, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

كَثْرَةُ النَّظَرِ إِلَى الْبَاطِلِ تَذْهَبُ بِمَعْرِفَةِ الْحَقِّ مِنَ الْقَلْبِ

Sering melihat sesuatu yang batil bisa menghilangkan makrifat pada Yang Hak dari hati.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa sering melihat atau terpapar pada hal-hal yang batil, yaitu sesuatu yang salah, tidak benar, atau bertentangan dengan kebenaran, dapat merusak makrifat (pengetahuan mendalam) tentang Yang Hak (Allah atau kebenaran sejati) dalam hati seseorang. Ketika hati dan pikiran terus-menerus terpapar pada hal-hal yang tidak benar, nilai-nilai spiritual dan kesadaran akan kebenaran yang berasal dari Allah menjadi terkikis. Akibatnya, seseorang menjadi kurang peka terhadap kebenaran dan cenderung jauh dari Allah. Kata-kata sufi ini menekankan pentingnya menjaga pandangan dan pikiran dari hal-hal yang dapat merusak hubungan seseorang dengan Tuhan dan mengaburkan pemahaman tentang kebenaran sejati. Dengan menjaga hati dari hal-hal yang batil, seseorang dapat memelihara makrifat dan tetap teguh dalam keimanannya.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Salah Satu Ciri Orang Baik

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang salah satu ciri orang baik, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

نِعْمَ الْقَوْمِ السُّؤَّالِ , يَحْمِلُوْنَ زَادَنَا إِلَى الْآخِرَةِ

Sebaik-baik kaum adalah kaum yang sering bertanya tentang ilmu dan kebaikan-kebaikan lainnya. Mereka membawa bekal kita pada akhirat.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang selalu berusaha mencari ilmu dan kebaikan, serta sering bertanya tentang hal-hal yang bermanfaat. Orang-orang seperti ini dihargai karena dengan mencari ilmu dan kebaikan, mereka tidak hanya memperbaiki diri sendiri, tetapi juga memberikan manfaat bagi orang lain. Mereka mengumpulkan pengetahuan dan kebijaksanaan yang menjadi bekal berharga untuk kehidupan di akhirat. Orang-orang yang berusaha memahami dan mengamalkan ilmu serta kebaikan ini membantu membimbing diri mereka sendiri dan orang lain menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih dekat kepada Allah.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Kefakiran

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang kefakiran, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

مَا بَالُنَا نَشْكُو فَقْرَنَا لِمِثْلَنَا وَلَا نَطْلُبُ كَشْفَهُ مِنْ رَبِّنَا

Bagaimana mungkin kita mengadukan kefakiran kita kepada makhluk seperti kita dan kita tidak meminta Tuhan kita untuk menghilangkannya.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan ketidaklogisan dalam mengadukan kesulitan, seperti kefakiran atau kemiskinan, kepada sesama manusia yang sama-sama makhluk ciptaan Allah, daripada langsung memohon kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Paragraf ini menekankan bahwa semua makhluk, termasuk manusia, memiliki keterbatasan dan kelemahan yang sama. Oleh karena itu, mengandalkan mereka untuk mengatasi masalah kita, khususnya yang bersifat mendasar seperti kemiskinan, adalah tindakan yang tidak bijaksana. Sebaliknya, kita seharusnya mengarahkan permohonan kita kepada Allah, Sang Pencipta, yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengubah keadaan kita.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Bahaya Keinginan dan Kegemaran Pada Hal-Hal Duniawi

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang bahaya keinginan dan kegemaran terhadap hal-hal duniawi, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

قِلَّةُ الْحِرْصِ وَالطَّمْعِ تُوْرِثُ الصِّدْقَ وَالْوَرَعَ , وَكَثْرَةُ الْحِرْصِ وَالطَّمْعِ تُوْرِثُ الْهَمَّ وَالْجَزَعَ

Sedikit keinginan dan kegemaran bisa mewariskan kebenaran dan kesalehan (wirai). Banyak keinginan dan kegemaran bisa mewariskan kesusahan dan kegelisahan.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa memiliki sedikit keinginan dan kegemaran terhadap hal-hal duniawi dapat membawa seseorang kepada kebenaran dan kesalehan (wirai). Ketika seseorang tidak terikat oleh banyak keinginan atau hasrat, ia lebih mudah untuk fokus pada hal-hal yang benar dan spiritual, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas kesalehannya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki banyak keinginan dan kegemaran, hal itu justru dapat menyebabkan kesusahan dan kegelisahan. Banyaknya keinginan sering kali mengarah pada kekecewaan, karena tidak semua keinginan dapat terpenuhi, dan bahkan jika terpenuhi, mereka cenderung menciptakan kekhawatiran dan ketidakpuasan.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Penyebab-Penyebab Doa Tidak dikabulkan

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang penyebab-penyebab doa tidak dikabulkan, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

وَقِيْلَ لَهُ : إِنَّا نَدْعُوْ فَلَا نُجَابُ , وَاللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَقُوْلُ : ادْعُوْانِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ . فَقَال : مَاتَتْ قُلُوْبُكُمْ فِى عَشْرَةِ أَشْيَاءَ : عَرَفْتُمُ اللهَ فَلَمْ تُؤَدُّوْا حَقَّهُ , وَقَرَأْتُمْ كِتَابَهُ فَلَمْ تَعْمَلُوْا بِهِ , وَزَعَمْتُمْ مَحَبَّةَ رَسُوْلِهِ وَتَرَكْتُمْ سُنَّتَهُ , وَادَّعَيْتُمْ عَدَاوَةَ الشَّيْطَانِ وَرَافَقْتُمُوْاهُ , وَقُلْتُمْ : نُحِبُّ الْجَنَّةَ وَلَم تَعْمَلُوْا لَهَا , وَقُلْتُمْ نَخَافُ النَّارَ وَوَهَبْتُمْ أَنْفُسَكُمْ لَهَا , وَقُلْتُمْ : الْمَوْتُ حَقٌّ وَلَمْ تَسْتَعِدُّوْا لَهُ , وَاشْتَغَلْتُمْ بِعُيُوْبِ إِخْوَانِكُمْ وَنَبَذْتُمْ عُيُوْبَكُمْ , وَأَكَلْتُمْ نِعْمَةَ رَبِّكُمْ وَلَمْ تَشْكُرُوْهَا , وَدَفَنْتُمْ مَوْتَاكُمْ وَلَمْ تَعْتَبِرُوْا , فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَكُمْ ؟

Dikatakan kepadanya (Ibrahim bin Adham), “Sungguh, kami berdoa tapi tidak dikabulkan. Padahal, Allah Subhanahu wa Taala berfirman, “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan.” Dia lalu berkata, “Hati kalian telah mati dalam sepuluh hal. Kalian tahu Allah tapi kalian tidak menunaikan hak-Nya. Kalian membaca kita-Nya, tapi tidak mempraktikkannya. Kalian mengira bahwa kalian cinta kepada Rasul-Nya, tapi kalian meninggalkan sunnahnya. Kalian mengklaim memusuhi setan tapi kalian selalu bersamanya. Kalian berkata, “Kamu cinta Surga.”, tapi kalian tidak beramal untuk mendapatkannya. Kalian berkata, “Kami takut Neraka.”, tapi kalian menghadiakan diri untuknya. Kalian berkata, “Kematian adalah benar.”, tapi kalian tidak mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Kalian sibuk dengan aib saudara-saudara kalian, tapi kalian tidak menghiraukan aib kalian. Kalian makan nikmat Tuhan kalian, tapi kalian tidak mensyukurinya. Kalian mengubur mayat-mayat kalian, tapi kalian tidak mengambil pelajaran. Lantas, bagaimana mungkin doa kalian dikabulkan?”

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan sepuluh hal yang menyebabkan Allah tidak langsung mengabulkan doa seseorang.  Sepuluh hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. Tidak menunaikan hak Allah.
  2. Tidak mengamalkan Al-Qur'an.
  3. Meninggalkan sunnah Rasulullah.
  4. Bersikap seperti setan.
  5. Tidak beramal untuk surga.
  6. Berperilaku mendekatkan diri pada neraka.
  7. Tidak mempersiapkan kematian.
  8. Fokus pada aib orang lain.
  9. Tidak mensyukuri nikmat Tuhan.
  10. Tidak mengambil pelajaran dari kematian.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Cara Menjadi Wali (Kekasih Allah)

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang cara menjadi wali (kekasih Allah), perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

إِنْ أَحْبَبْتَ أَنْ تَكُوْنَ وَلِيًّا فَلَا تَرْغَبْ فِى شَيْئٍ مِنَ الدَّارَيْنِ , وَفَرِّغْ نَفْسَكَ لِلَّهِ , وَأَقْبِلْ عَلَيْهِ يُقْبِلْ عَلَيْكَ

Jika kamu ingin menjadi wali, maka jangan menyintai sesuatu dari dua kehidupan. Kosongkan jiwamu hanya kepada Allah. Menghadaplah kepada-Nya, maka Dia akan menghap kepadamu.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa untuk menjadi wali, seseorang harus menghindari cinta terhadap hal-hal duniawi atau materi dari kedua kehidupan: kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Artinya, seseorang harus melepaskan ketergantungan dan keinginan terhadap apa pun yang bersifat sementara dan tidak abadi. Dengan mengosongkan jiwa dari segala bentuk cinta duniawi dan hanya berfokus kepada Allah, seseorang dapat mencapai kedekatan dan keberkahan dari Tuhan. Menghadap dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, tanpa adanya keinginan atau kecintaan terhadap hal lain, akan memungkinkan Allah untuk memberikan bimbingan dan rahmat-Nya.

Kata-Kata Sufi Ibrahim bin Adham Tentang Tanda Cahaya di Hati

Jika anda ingin tahu kata-kata sufi Ibrahim bin Adham tentang tanda cahaya di hati, perhatikan kata-kata sufi di bawah ini!

عَلَامَةُ نُوْرِ الْقَلْبِ أَنْ يَكُوْنَ أَكْثَرَ هَمِّ صَاحِبِهِ الْعِبَادَةُ , وَأَكْثَرَ كَلَامِهِ الثَّنَاءُ عَلَى اللهِ وَ حِكَايَاتُ الصَّالِحِيْنَ

Tanda cahaya hati adalah mayoritas perhatian seseorang adalah ibadah dan mayoritas ucapannya adalah pujian kepada Allah dan cerita orang-orang saleh.

Dalam kata-kata sufi di atas, Ibrahim bin Adham menjelaskan bahwa tanda cahaya hati, atau kemurnian dan kecerahan spiritual seseorang, terlihat dari dua aspek utama: perhatian dan ucapan. Pertama, seseorang yang hatinya bercahaya akan mengutamakan ibadah dalam kehidupannya, menunjukkan bahwa ibadah merupakan fokus utama dan prioritas dalam kehidupannya. Kedua, ucapan orang tersebut akan didominasi oleh pujian kepada Allah dan pembicaraan tentang orang-orang saleh. Hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidak hanya sibuk dengan ibadah, tetapi juga senantiasa mengingat Allah dan menghargai teladan orang-orang saleh dalam percakapan sehari-hari. Dengan kata lain, cahaya hati terwujud dalam praktik ibadah yang konsisten dan ucapan yang selalu mengarah pada kebaikan dan kesalehan, mencerminkan kedekatan seseorang dengan Allah dan kebersihan jiwa mereka.

Itulah kata-kata sufi Ibrahim bin Adham dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Apakah Anda paham? Jika Anda ingin bertanya, silahkan bertanya!

Saya kira cukup sekian untuk artikel ini. Semoga bermanfaat. Amin.

Sampai jumpa lagi di artikel berikutnya!

0

Posting Komentar